Rabu, 29 September 2010

Perkembangan Bahasa Indonesia

PENGGUNAAN BAHASA - Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak seperti terlihat pada dua reklame yang terdapat di Jalan Tol TMII (atas) dan di Jalan Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta Selatan. Foto diambil Rabu (19/10).

Kesalahan-kesalahan kata yang kemudian populer seperti tadi hanyalah satu contoh dari sekian banyak kata lainnya. Dijelaskan Kepala Pusat Bahasa Dendy Sugono, kesalahan menggunakan bahasa Indonesia sekarang ini semakin bertambah di era reformasi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1980-an ketika terjadi booming ekonomi yang luar biasa.

"Saat itu terjadi perkembangan properti yang sangat pesat baik gedung perkantoran maupun pusat perbelanjaan. Akibatnya, penggunaan nama-nama asing sangat marak," katanya.

Pada tahun 1995, dilakukan pencanangan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Nama-nama gedung, perumahan dan pusat perbelanjaan yang berbau asing diganti dengan bahasa Indonesia. Sayangnya hal itu tidak berlangsung lama. Angin reformasi justru membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing kembali marak. Malahan dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak. Kata-kata seperti 'new arrival', 'sale', 'discount', terpampang dengan jelas di berbagai toko dan pusat perbelanjaan

Media pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan tak sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata dalam bahasa asing. Sebagai contoh kecil, ketika stasiun televisi menyiarkan pertandingan langsung, maka kata yang tertera di layar bukanlah 'siaran langsung' melainkan 'live'.

"Penggunaan bahasa Indonesia pun semakin campur aduk. Setelah 60 tahun kita merdeka, ternyata kondisi bahasa Indonesia semakin menyedihkan," keluh Dendy.

Seharusnya orang Indonesia bangga menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan jumlah penutur nomor empat terbanyak di dunia setelah Cina, Inggris dan Spanyol.

Bahasa Indonesia sendiri mempunyai sejarah jauh lebih panjang daripada Republik ini sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa. Saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antaretnis (lingua franca) yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia. Dalam perdagangan dan penyebaran agama pun bahasa Indonesia mempunyai posisi yang penting.

Deklarasi Sumpah Pemuda membuat semangat menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia dianjurkan untuk dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan media cetak. Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa.

Pada tahun 1930-an muncul polemik apakah bisa bahasa Indonesia yang hanya dipakai sebagai bahasa pergaulan dapat menjadi bahasa di berbagai bidang ilmu. Akhirnya pada tahun 1938 berlangsung Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo. Dalam pertemuan tersebut, semangat anti Belanda sangat kental sehingga melahirkan berbagai istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia. Istilah belah ketupat, jajaran genjang, merupakan istilah dalam bidang geometri yang lahir dari pertemuan tersebut.

Ketika penjajah Jepang mulai masuk ke Indonesia, mereka semakin mendorong penggunaan bahasa Indonesia. Pada tahun 1953, Poerwodarminta mengeluarkan Kamus Bahasa Indonesia yang pertama. Di situ tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun hanya terdapat 1.000 penambahan kata baru. Tetapi pada tahun 1988, terjadi loncatan yang luar bisa. Dari 24.000 kata, telah berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah di berbagai bidang ilmu. Malahan sampai hari ini, Pusat Bahasa berhasil menambah 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.

Peraturan

Semakin parahnya penggunaan bahasa Indonesia ini membuat perlunya sebuah peraturan khusus yang mengatur masalah penggunaan bahasa. Peraturan itu akan membuat bahasa Indonesia terpelihara dari segi pemakaian.

"Jangan dibayangkan peraturan itu akan menangkap orang yang tidak bicara dengan benar, tetapi lebih luas. Misalnya dalam acara kenegaraan diatur harus menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian dalam penggunaan di ruang publik, televisi, harus menggunakan bahasa Indonesia," jelas Dendy. Apa yang diungkapkan Dendy tampaknya beralasan.

mengulas mengenai bagaimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbahasa. Disebutkan, Presiden Yudhoyono ketika masih menjabat sebagai Menko Polkam, mengatakan, bahasa Indonesia bukan saja harus dilestarikan dan diberdayakan, tetapi juga diletakkan dalam proses kehidupan bangsa yang dinamis. Itu dikatakannya ketika ia bersama Yusril Ihza Mahendra, Eep Saefulloh Fatah, Nurcholish Madjid, Pradjoto, dan Richard Gozney menerima penghargaan sebagai tokoh berbahasa Indonesia lisan terbaik.

Penghargaan itu diberikan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional bersama tujuh organisasi media massa, 14 Oktober 2003 lalu. Kriteria penilaian meliputi pilihan kata atau istilah dan struktur kalimat, penalaran, serta organisasi tuturan Kini Presiden Yudhoyono tetap bagus dalam bertutur dalam bahasa Indonesia meskipun ia kini terkesan lebih banyak mengumbar bahasa asing yang sebenarnya tidak sulit untuk diindonesiakan.

"Pengaturan penggunaan bahasa seperti saya jelaskan tadi ada di negara lain seperti Prancis yang mempunyai peraturan semacam itu untuk mempertahankan keteraturan penggunaan bahasa," katanya.

Bahasa sebagai budaya memang terus berkembang. Namun apa yang sudah bisa jadi terkikis karena para punggawanya lupa melestarikan dengan memakainya. Apakah semangat Sumpah Pemuda yang menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antaretnis (lingua franca) yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia, semakin tipis? (A-22)